Pages

Labels

  • 1 (1)
  • 2 (1)

Footer Widget 1

Total Pageviews

Footer Widget 3

Visitor

free counters

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

untuk menjadikan blog kita ramai dikunjungi apa yang harus kita kerjakan ?

Translate

Pengikut

About Me

Foto Saya
rumus imam
BIMA, NTB, Indonesia
hidup adalah sebuah keharusan,
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Rabu, 23 Mei 2012

PERLUKAH PENDIDIKAN BERKARAKTER UNTUK INDONESIA ?

PEMERINTAH, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD-Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010).

Munculnya gagasan program pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia, bisa dimaklumi, sebab selama ini dirasakan, proses pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Bahkan, bisa dikatakan, dunia Pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, yang beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter. Dr. Ratna Megawangi, dalam bukunya, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), mencontohkan, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Dalam bukunya, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (2010), Doni Koesoema Albertus menulis, bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan karakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidikan agama dan kesadaran akan nilai-nilai religius menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter. Tetapi, Doni yang meraih sarjana teologi di Universitas Gregoriana Roma Italia, agama tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengatur dalam kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat yang plural. "Di zaman modern yang sangat multikultural ini, nilai-nilai agama tetap penting dipertahankan, namun tidak dapat dipakai sebagai dasar kokoh bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Jika nilai agama ini tetap dipaksakan dalam konteks masyarakat yang plural, yang terjadi adalah penindasan oleh kultur yang kuat pada mereka yang lemah," tulisnya.

 Oleh karena itu, simpul Doni K. Albertus, meskipun pendidikan agama penting dalam membantu mengembangkan karakter individu, ia bukanlah fondasi yang efektif bagi suatu tata sosial yang stabil dalam masyarakat majemuk. Dalam konteks ini, nilai-nilai moral akan bersifat lebih operasional dibandingkan dengan nilai-nilai agama. Namun demikian, nilai-nilai moral, meskipun bisa menjadi dasar pembentuk perilaku, tidak lepas dari proses hermeneutis yang bersifat dinamis dan dialogis. Sebagai Muslim, kita tentu tidak sependapat dengan pandangan Doni K. Albertus semacam itu. Sebab, bagi Muslim, nilai-nilai Islam diyakini sebagai pembentuk karakter dan sekaligus bisa menjadi dasar nilai bagi masyarakat majemuk. Masyarakat Madinah yang dipimpin Nabi Muhamamd saw, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam, baik bagi pribadi Muslim maupun bagi masyarakat plural. Tentu kita memahami pengalaman sejarah keagamaan yang berbeda antara Katolik dengan Islam. Namun, dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik, berbagai agama bisa bertemu. Islam dan Kristen dan berbagai agama lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai universal yang mulia. Bisa jadi, masing-masing pemeluk agama mendasarkan pendidikan karakter pada nilai agamanya masing-masing. Terlepas dari perdebatan konsep-konsep pendidikan karakter, bangsa Indonesia memang memerlukan model pendidikan semacam ini. Sejumlah negara sudah mencobanya. Indonesia bukan tidak pernah mencoba menerapkan pendidikan semacam ini. Tetapi, pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), – belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik dan kurang seriusnya aspek pengalaman. Dan lebih penting, tidak ada contoh dalam program itu! Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan ’omongan’, orang Indonesia dikenal jagonya! Harap maklum, konon, orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UAN, mungkin bagus! Tapi, di lapangan, banyak yang bisa menyiasati bagaimana siswanya lulus semua. Sebab, itu tuntutan pejabat dan orangtua. Guru tidak berdaya. Kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu! Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini nantinya juga menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.


PENDIDIKIAN BERKARAKTER

PENDIDIKAN BERKARAKTER
        Setelah lebih dari satu dekade pengalaman dengan komunitas beragam, pendidik mengetahui bahwa komponen ini sangat penting untuk kesuksesan pendidikan karakter: Setelah lebih dari satu dekade pengalaman dengan komunitas beragam, pendidik mengetahui bahwa komponen ini sangat penting untuk kesuksesan pendidikan karakter:

Partisipasi masyarakat. Apakah pendidik, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat menginvestasikan diri dalam proses pembangunan konsensus untuk menemukan landasan bersama yang sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang. Kebijakan pendidikan karakter. Membuat pendidikan karakter bagian dari filosofi, tujuan atau pernyataan misi dengan mengadopsi kebijakan formal.  

Jangan sebatas tulisan dan perkataan saja. Kesepakatan Ada pertemuan orang tua, guru dan perwakilan masyarakat dan menggunakan konsensus untuk memperoleh kesepakatan di mana karakter untuk memperkuat dan apa definisi yang digunakannya.

Kurikulum Terpadu. Membuat pendidikan karakter bagian integral dari kurikulum di semua tingkatan kelas. Mengambil sifat-sifat yang telah Anda pilih dan menghubungkan mereka ke kelas pelajaran, sehingga murid-murid melihat bagaimana suatu sifat mungkin angka ke dalam sebuah cerita atau menjadi bagian dari sebuah percobaan ilmiah atau bagaimana mungkin mempengaruhi mereka. Membuat karakter ini merupakan bagian dari setiap kelas dan setiap subjek.

Pengalaman pembelajaran. Biarkan siswa Anda untuk melihat sifat dalam tindakan, pengalaman itu dan mengungkapkannya. Sertakan berbasis masyarakat, dunia nyata pengalaman dalam kurikulum yang menggambarkan karakter (misalnya, layanan belajar, pembelajaran kooperatif dan rekan mentoring). Luangkan waktu untuk diskusi dan refleksi.

 Evaluasi. Evaluasi pendidikan karakter dari dua perspektif: (1) Apakah program yang mempengaruhi perubahan positif dalam perilaku siswa, prestasi akademik dan kognitif pemahaman tentang ciri-ciri? (2) Apakah proses pelaksanaan menyediakan alat dan dukungan guru perlu? Model peran dewasa. Anak-anak “mempelajari apa yang mereka tinggal,” jadi penting bahwa orang dewasa menunjukkan karakter positif di rumah, sekolah dan dalam masyarakat. Jika orang dewasa tidak model perilaku yang mereka ajarkan, seluruh program akan gagal.

Pengembangan staf. Menyediakan waktu pelatihan dan pengembangan untuk staf Anda sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan pendidikan karakter secara berkelanjutan. Termasuk waktu untuk diskusi dan pemahaman dari kedua proses dan program, serta untuk menciptakan rencana pelajaran dan kurikulum.

Keterlibatan siswa. Melibatkan siswa dalam kegiatan yang sesuai dengan usia dan memungkinkan mereka untuk terhubungkan pendidikan karakter untuk pembelajaran mereka, keputusan-keputusan dan tujuan-tujuan pribadi Anda mengintegrasikan proses ke sekolah mereka.

Mempertahankan program. Program pendidikan karakter dipertahankan dan diperbarui melalui pelaksanaan sembilan elemen pertama, dengan perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi dari atas: dana yang memadai; dukungan untuk koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi dan pengembangan profesional berkelanjutan dan sebuah jaringan dan dukungan sistem bagi guru yang melaksanakan program.

http://www.i-berita.com/nasional/pendidikan-berkarakter.html